Thursday 24 May 2012

Celengan Marwan


Cerita pendek oleh Surya Sanjaya

            Bu Rustina selalu punya cara unik untuk mengambil hati murid-muridnya. Suatu hari, Bu Rustina mengajak murid-muridnya agar rajin menabung. Ia memberikan uang tiga ribu rupiah kepada setiap murid untuk membeli celengan.
            “Kalian harus belajar berhemat dengan menyisihkan sebagian uang jajan untuk ditabung. Kita bisa memenuhi kebutuhan mendadak dengan uang tabungan itu. Jadi, tidak perlu pinjam uang kepada teman atau minta pada orangtua,” ujar Bu Rustina.
            Semua murid setuju. Satu-per satu mereka maju untuk menerima uang dari Bu Rustina.
            “Pakailah uang ini untuk membeli celengan  untuk menabung. Minggu depan, kalian bawa celengan itu ke sekolah. Ibu ingin tahu kalau kalian benar-benar sudah mempunyai celengan. Siapa yang punya celengan terbaik, akan Ibu beri hadiah lagi,” ujar Bu Rustina.
            Sepulang sekolah, Edo, Rendy, Sofian, dan Marwan sepakat pergi ke pasar. Mereka mencari celengan yang paling bagus. Setelah menyusuri seluruh koridor pasar, mereka menemukan sebuah toko celengan yang cukup besar.
            “Aku pilih ini. Berapa harganya, Pak?” tanya Edo sembari menunjukkan celengan tanah liat berbentuk ayam.
            “Dua puluh ribu, Dik,” jawab pemilik toko.
            “Kalau yang ini?” tanya Rendy sambil mengangkat celengan plastik berbentuk kucing.
            “Lima belas ribu,” sahut pemilik toko.
            Edo dan Rendy tampak berpikir sejenak. Mereka ingin menawar, tetapi toko itu ternyata menjual barang dengan harga pas. Keduanya merogoh saku masing-masing. Edo dan Rendy membeli celengan pilihan mereka dengan uang pemberian Bu Rustina. Tentu saja harus ditambah dengan uang jajan mereka sendiri.
            Sementara itu, Sofian dan Marwan pulang dengan tangan hampa. Sofian tidak menemukan celengan yang ia sukai. Ia akan minta ibunya untuk membelikan celengan di tempat lain. Kebetulan, ibunya sedang dinas ke luar kota. Sedangkan Marwan tidak jadi membeli celengan karena uangnya tidak cukup. Ia memang hanya mengandalkan uang pemberian Bu Rustina.
            Di rumah, Marwan menjadi murung. Ia ingin punya celengan yang bagus seperti teman-temannya. Ia ingin dapat hadiah dari Bu Rustina. Namun, keluarga Marwan sangat sederhana. Tak mungkin Marwan dapat tambahan uang hanya untuk membeli celengan.
            Melihat Marwan bersedih, Pak Ramli, ayah Marwan , mencoba memberikan pengertian.
            “Tujuan menabung adalah mengumpulkan uang. Jadi, tidak harus pakai celengan bagus. Kalu menabung di bank, kita hanya dikasih buku kecil. Tidak berbentuk ayam, kucing, atau yang lain,” kata Pak Ramli.
            “Tapi ini lain, Yah. Siapa yang punya celengan paling bagus, akan mendapat hadiah dari Bu Rustina”, sahut Marwan cemberut.
            Pak Ramli tersenyum. Ia lalu mengambil sebuah kaleng bekas cat. Pak Ramli membersihkan bagian dalamnya, merekatkan tutupnya dengan lem agar tidak bisa dibuka lagi, lalu membuat lubang di atasnya.
            Pak Ramli menggambar pola di badan kaleng itu. “Mau gambar apa?”
            “Gambar monyet,” sahut Marwan sekenanya. Rupanya ia masih jengkel karena tidak bisa beli celengan yang bagus di toko.
            Tanpa mempedulikan sikap Marwan, Pak Ramli menggambar tiga ekor monyet bergelantungan di ranting pohon. Pak Ramli kemudian mengambil cat, lalu mewarnainya.
            “Itu untuk apa, Yah?” tanya Marwan agak bingung.
            “Untuk menabung. Lihat, dengan barang bekas, kita bisa membuat celengan. Selain lebih hemat, kamu bisa membuatnya sesuai kreasimu. Uang dari Bu Rustina tetap utuh dan bisa kamu masukkan ke sini,” terang Pak Ramli.
            Kini, tibalah hari untuk menentukan celengan terbaik. Setelah melihat satu per satu, Bu Rustina memilih celengan Marwan sebagai celengan terbaik. Marwan pun berhak mendapatkan hadiah. Beberapa murid tampak kecewa.
“Ibu curang. Celenganku, kan, paling bagus. Harganya pun mahal,” protes Sofian.
Bu Rustina tersenyum. “Menabung sama saja berhemat. Ibu menyuruh kalian menabung, agar uang kalian bisa dipakai untuk hal yang lebih bermanfaat. Tidak dihabiskan untuk jajan,” ujar Bu Rustina.
“Ibu memilih celengan Marwan karena dibuat sendiri dari barang bekas. Biayanya pasti lebih murah. Celengan lain, meski terlihat lebih bagus, harganya mahal. Artinya kalian tidak berhemat, tapi malah mengeluarkan uang banyak,” jelas Bu Rustina.
Semua tidak bisa berkata-kata. Di bangku paling belakang, diam-diam Marwan semakin bangga pada ayahnya. Ia ingin membuat celengan lebih banyak dari bahan kaleng bekas. Ia ingin terus menabung sampai uangnya terkumpul banyak.

My Unforgettable Experience

Two years ago, my mother, sisters, and I went to Bandung. We went to Bandung by train. We needed 12 hours from Jombang to Bandung. In the train, I was sitting at the back. It are the executive class. We felt comfortable with this situation.
For the time, the train went so fast. Suddenly the train stopped. A trader said that this train hit a car. I though it was a joke, we just laughed.
Because we waited too long, my sister dicided to see it. Actually, the train hit a car. We were so surprised. Howefer thanks God,there was no victim in this accident.
And that was the first time I saw a bad accident.